TIK SEBAGAI MATA PELAJARAN ADALAH "DEBATABLE ISSUES"

Sebelumnya kepada para pemangku kepentingan dan kebijakan pendidikan di negeri ini kami atas nama guru TIK/KKPI memohon maaf jika selalu menyuarakan tentang pentingnya TIK/KKPI sebagai sebuah mata pelajaran yang mesti ada dalam kurikulum nasional. Memang teman-teman yang menyuarakan mengenai pentingnya TIK/KKPI sebagai mata pelajaran terkesan sedikit memaksakan kehendak jika dipandang dari sudut yang berlawanan karena "memaksakan kehendak" dan "partisipasi aktif" itu menurut kami hanya beda-beda tipis. Kami menyuarakan itu terus menerus sebagai bentuk partisipasi aktif AGTIFINDO dan teman-teman komunitas TIK/KKPI lainnya yang dihalalkan oleh PP 74 pasal 44 dan 45. Kami telah menyuarakan ini paling tidak sejak 6 Maret 2013 berdasarkan catatan sejarah di jejaring sosial fanspage dengan alamat https://web.facebook.com/pages/Dukung-TIK-KKPI-Eksis-di-Kurikulum-2013-/... meski sebenarnya sejak pertengahan 2012 kami pun telah menyuarakan hal ini. Dan sekali lagi ini bukan bentuk pemaksaan kehendak, juga bukan bentuk lain dari "keras kepala", yang kami lakukan adalah bentuk Partisipasi Aktif kami sebagai Guru terlebih kini sebagai Organisasi yang berbadan hukum yang semestinya diberikan kesempatan untuk bisa terlibat langsung dalam penyelesaian permasalahan ini.
Saya ingin sedikit sharing mengenai "Issues" yang mungkin bisa dikatakan "sedikit berbahaya" sebagai dampak dari "lenyapnya TIK dari struktur kurikulum nasional", dan mungkin bisa dijadikan bahan masukan dan kajian bagi Puskurbuk yang kini kembali dipercayakan pemerintah untuk "mengelola" kurikulum nasional. Tanggal 13 Juni 2015 mendatang, AGTIFINDO akan mengadakan Olimpiade TIK Indonesia dengan jumlah peserta "sangat jauh" dari harapan. Kami coba tanyakan beberapa teman-teman didaerah dan terkhusus teman-teman seputar JABODETABEK tentang kendala yang dihadapi, rata-rata menjawab masalah biaya pendaftaran. Kemudian saya sampaikan jika masalah biaya, bagaimana jika diGRATISkan ? Jawabannya sedikit mengejutkan, "... pak Fathur, kami sekolah pelaksana K-13 sudah sejak 2 tahun terakhir tidak pernah mengajarkan TIK sebagai MAPEL, Permen 68 pun tidak bisa dijalankan dengan baik (dimana kelahirannya tidak melibatkan organisasi profesi guru TIK secara kelembagaan) sehingga Permen 68 tersebut menuai berbagai masalah dan sarat muatan kepentingan, andai jalan pun hanya sekedar bimbingan yang terkadang tidak dianggap keberadaanya oleh sekolah bahkan oleh terkadang oleh peserta didik". Sehingga kami tidak punya siswa yang punya kemampuan yg bisa kami kirimkan atau ikut sertakan (padahal cabang lombanya sangat dasar sekali bukan sekelas OSN bidang Komputer).
Kemudian kami katakan kepada mereka, bahwa mereka masih punya kesempatan untuk membimbing siswa, lalu apa kata mereka lagi. "...tapi kami kan harus belajar lagi juga, lama tidak mengajar di depan kelas, jadi Ilmunya juga sudah banyak yang LUPA... !" (ini namanya GAWAT). Ada kesan skeptis, pasrah dst, PUTUSnya rantai MAPEL TIK tidak hanya akan memutus rantai pengetahuan di sisi Peserta Didik yang tahun ini merupakan tahun terkahir Input peserta didik berasal dari K-2006 (untuk jenjang SMA/SMK) tapi juga disisi Tenaga Pendidik yang akan cendrung stagnan bahkan menurun.
Saya berasal dari Ibukota Propinsi Kaltim yang sumberdaya listrik dan internet yang bisa dikatakan cukup saat ini (berbeda dengan beberapa tahun lampau). Saya juga pernah mengajar di wilayah pedalaman dimana sumber internet dan listrik menjadi keluhan namun saat ini wilayah tersebut sudah berubah menjadi wilayah yg tumbuh berkembang. Kami pernah mengisi materi mengenai TIK, PBL, Penilaian dll didaerah saya sampai ke wilayah ibukota kabupaten di Kaltim baik bekerjasama dg TPK Propinsi, namun akhir-akhir ini kami lebih banyak terjun dan bekerjasama dengan Intel Edukasi dan Google Edukasi (kebetulan banyak teman-teman di AGTIFINDO diberikan kepercayaan untuk menjadi leader / atau ambasadornya).
Sewaktu saya memberikan materi mengenai "mudahnya melakukan penilaian dalam K-13 dengan berbantuan TIK", bertempat disebuah sekolah yang sumber daya listriknya terbatas dan internetnya hanya mengandalkan "theatring hp" dan dihadiri oleh beberapa kepala sekolah, wakakur dan pejabat dari diknas. Apa kata pimpinan sekolah tersebut, "... pa sebagian anggaran ATK sekolah akan kami alihkan tuk Internet, kami akan naikkan voltase agar komputer di lab bisa beroperasi... !". Bahkan suatu ketika ada pejabat daerah berkunjung kesebuah sekolah dan beliau melihat kondisi lab yg listriknya "senin-kamis" beliau instruksikan agar wilayah tersebut segera dialiri listrik/pln secara maksimal 24 jam. Terbayang TIK telah menjadi stimulus/pemicu pejabat-pejabat daerah menganggarkan dan fokus pada pemenuhan kebutuhan sarana listrik dan internet. Terbayang juga jika TIK tidak sebagai mapel, MEREKA kekurangan alasan untuk menganggarkan atau melakukan pengadaan sarana dan prasarana yang berhubungan dengan TIK atau penunjang TIK.
Terakhir yang ingin saya sampaikan bahwa TIK "bukan" komputer, TIK adalah "Teknologi Informasi dan Komunikasi". Komputer yg "konon" memerlukan Listrik tersebut hanya sebagian kecil dari TIK. Contoh sederhana, di dalam mata pelajaran TIK siswa bisa diajarkan bagaimana "algoritma pemrograman", yang mana algoritma pemrograman tidak memerlukan komputer dan listrik untuk bisa diajarkan. Olimpiade Sains Nasional "bidang Komputer" yang menjadi Event resmi Kemendikbud memprasyaratkan siswa harus memahami mengenai algoritma pemrograman. TIK jangan diartikan secara parsial baik dari sisi akronim maupun konten mapel TIK, karena bisa berbahaya.
Sebagai contoh Guru TIK dengan Ijasah S1 Sistem Informasi dan Ilmu Komputer dalam Panduan Penetapan Peserta Sertifikasi 2015 dianggap tidak Linier sementara latar belakang pendidikan S1 yang dianggap linier adalah Teknik Informasi, Teknik Komputer, Pendidikan Teknik Informatika. Inilah bentuk tafsir yang kurang pas mengenai kualifikasi akademik guru TIK karena ada muatan kepentingan disana. Padahal menurut beberapa literatur dan dikti bahwa semua itu serumpun bahkan linier. Berikanlah kesempatan TIK untuk tumbuh dan berkembang sebagai mata pelajaran yang diakui. Jika tidak menjadikannya "wajib", paling tidak jadikanlah TIK sebagai OPSI PILIHAN yang "DIAKUI" disemua jenjang, tidak sekedar LAYANAN TIK apalagi jika bisa menjadikan TIK baik sebagai "Mata Pelajaran" sekaligus sebagai "Layanan/Bimbingan TIK". Salam hangat dari kami AGTIFINDO.ORG. SAVE4TIK.
Fathur Rachim (AGTIFINDO.OR.ID)

Post a Comment

أحدث أقدم